Jumat, 28 Januari 2011

makalah malpraktek

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter.
Bentuk dan prosedur perlindungan terhadap kasus malpraktek yang ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsunmen No.8 tahun 1999. peraturan tersebut mengatur tentang pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang membidangi perlindungan konsumen, selain peran serta pemerintah, peran serta masyarakat sangat perlu dibutuhkan dalam perlindungan konsumen dalam kasus malpraktek serta penerapan hukum terhadap kasus malpraktek yang meliputi tanggung jawab hukum dan sanksinya menurut Hukum Perdata, pidana dan administrasi.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan penegrtian malpraktek.
2. Menjelaskan jenis-jenis malpraktek dibidang pelayanan kesehatan.
3. Menjelaskan cara-cara pembuktian malpraktek
4. Memahami upaya pencegahan malpraktek.

1.3. Kasus
June 28, 2010 • 1:03 pm
Malpraktek Rumah Sakit Mohammad Anwar, Mata Bayi 6 Bulan di Copot
Kediri – Nahas menimpa Rendi Nur Rizki, balita berusia enam bulan. Anak pertama pasangan Nuryudi (22) dengan Reli Hartani (24) harus hidup tanpa satu bola mata, di sebelah kanannya.
Balita berjenis kelamin laki-laki malang ini kehilangan indera penglihatannya setelah sebelumnya menjalani operasi di Rumah Sakit dr H Mohammad Anwar Sumenep.
Karena keluarga merasa putus asa dengan penanganan kepolisian, kini Rendi dibawa pulang ke rumah kakeknya Sajuri (63) Dusun Gondang, Desa Purworejo, kecamatan Kandat kabupaten Kediri.
Nuryudi, ayah korban membawa pulang anaknya sejak satu bulan lalu. Yudi mengaku lelah memperjuangkan nasib anaknya di Sumenep, namun sampai saat ini ia belum mendapatkan keadilan.
“Saya hanya bisa menunggu hasil dari penanganan kasus ini oleh pengacara saya, Azam Khan SH dari Jakarta yang berjanji memberikan bantuan hukum secara gratis,” ungkap Yudi, Rabu (7/4).
Masih kata Yudi, melalui pesan pendek dari pengacara dijelaskan bahwa kasus tersebut sudah dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Kedokteran. Sebab hingga saat ini pihak keluarga meyakini jika lepasnya bola mata kiri Rendi saat dirawat di Rumah Sakit Umum Muhammad Anwar akibat dugaan malpraktek medis.
Yudi menjelaskan, peristiwa memilukan yang menimpa buah hatinya bermula dari kedatangannya bersama sang istri ke rumah sakit Muhammad Anwar Sumenep pada 12 Oktober 2009 lalu. Saat itu istrinya Reli hendak melahirkan.
Setelah dalam penanganan medis, Rendi pun lahir secara normal. Namun, karena berat berat badan bayi di bawah normal, akhirnya Rendi harus dirawat di inkubator.
Sedangkan, Reli ibunya diperbolehkan pulang. Rendi pun harus ditunggui secara bergantian oleh keluarganya, karena Yudi sebagai kuli angkut harus bekerja mencari uang untuk biaya perawatan anaknya.
Pada tanggal 22 Oktober, atau tepatnya hari ke-9 setelah kelahirannya, Rendi ditunggui oleh neneknya Marwah. Petaka itu pun datang, saat Marwan harus beli obat ke rumah sakit, Rendi dijaga oleh tetangga Misrawani.
“Saat itu tiba-tiba datang salah seorang perawat menyodorkan surat pernyataan kepada tetangga saya bahwa mata Rendi harus dioperasi karena terkena penyakit yang berbahaya, kalau tidak akan menjalar ke otak. Tetangga saya pun membubuhi tanda tangannya dan anak saya akhirnya dioperasi,” cerita Yudi.
Keesokan harinya, pada tanggal 23 Oktober 2009, Yudi mendapat surat dari rumah sakit, dia diminta datang. ”Tiba-tiba saya diberi bola mata anak saya dan disuruh menguburkan karena mengandung penyakit yang berbahaya. Tentu saja saya shock, karena saat lahir mata anak saya normal,” masih cerita Yudi.
Apalagi, Reli ibu Rendi seakan tak percaya bahwa bola mata anaknya telah dikeluarkan dari kelopaknya. Karena tidak terima, kemudian keluarga mendatangi rumah sakit, untuk menuntut agar mengembalikan bola mata Rendi. Namun, Yudi dan Reli malah mendapat bentak-bentakan dari petugas medis.
Tepat pada tanggal 12 November 2009, akhirnya keluarga memutuskan untuk lapor polisi. Namun, meski sempat diproses, namun akhirnya kasus itu dihentikan oleh pihak kepolisian Resor Sumenep karena tidak ditemukannya alat bukti malpraktik.
Ditunjukkan dengan surat pemberitahuan Polres Sumenep nomor B/352/X/2009/Satreskrim yang ditandatangani Kepala Satuan Reskrim Ajun Komisaris Polisi Mualimin. Dalam surat tersebut tertulis bahwa Polres Sumenep belum menemukan alat bukti baru (novum) untuk melanjutkan pemeriksaan tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Malpraktek
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma
etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).

2.2. Malpraktek Dibidang Hukum
Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
• Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
• Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
• Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability.Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.



3. Administrative malpractice
Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hokum administrasi.

2.3. Pembuktian Malpraktek Dibidang Pelayanan Kesehatan
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan:
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.
c. Direct Cause (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.



Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).



2.4. Malpraktek Ditinjau Dari Segi Etika dan Hukum
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media masa. Namun, sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat berharap bahwa UU Praktik Kedokteran itu akan juga mengatur masalah malpraktek medik. Namun, materinya ternyata hanya mengatur masalah disiplin, bersifat intern. Walaupun setiap orang dapat mengajukan ke Majelis Disiplin Kedokteran, tetapi hanya yang menyangkut segi disiplin saja. Untuk segi hukumnya, undang-undang merujuk ke KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi tindak pidana. Namun, kalau sampai diajukan ke Pengadilan tetap terkatung-katung tidak ada kunjung penyelesaiannya, lantas apa gunanya?
Di negara yang menganut sistem hukum Anglo-Saxon, masalah dugaan malpraktik medik ini sudah ada ketentuan di dalam common law dan menjadi yurisprudensi. Walaupun Indonesia berdasarkan hukum tertulis, seharusnya tetap terbuka putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi yurisprudensi.
Dan karena masyarakat semakin sadar terhadap masalah pelayanan kesehatan, DPR yang baru harus dapat menangkap kondisi tersebut dengan berinisiatif membentuk Undang-Undang (UU) tentang Malpraktik Medik, sebagai pelengkap UU Praktik Kedokteran.
Bagaimana materinya, kita bisa belajar dari negara-negara yang telah memiliki peraturan tentang hal tersebut. Harapan masyarakat, ketika mereka merasa dirugikan akibat tindakan medis, landasan hukumnya jelas. Sedangkan di pihak para medis, setiap tindakannya tidak perlu lagi dipolemikan sepanjang sesuai undang-undang.
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
Malpraktek meliputi pelanggaran kontrak ( breach of contract), perbuatan yang disengaja (intentional tort), dan kelalaian (negligence). Kelalaian lebih mengarah pada ketidaksengajaan (culpa), sembrono dan kurang teliti. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “de minimis noncurat lex”, hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele (hukumonliine.com, 17 April 2004).
Ketidaktercantuman istilah dan definisi menyeluruh tentang malpraktek dalam hukum positif di Indonesia, ambiguitas kelalaian medik dan malpraktek yang berlarut-larut, hingga referensi-referensi tentang malpraktek yang masih dominan diadopsi dari luar negeri yang relevansinya dengan kondisi di Indonesia masih dipertanyakan, semuanya merupakan Pe-Er besar bagi pemerintah. Barangkali inovasi cerdas pemerintah guna menangani kasus malpraktek dan sengketa medik adalah lahirnya RUU Praktik Kedokteran. Akan tetapi, benarkah demikian? Dalam beberapa pasal, RUU Praktik Kedokteran memang memberikan kepastian hukum bagi dokter sekaligus perlindungan bagi pasien.
Secara substansial, RUU yang terdiri dari 182 pasal ini memuat pasal-pasal yang implisit dengan teori-teori pembelaan dokter yang umumnya digunakan dalam peradilan. RUU Praktek Kedokteran memungkinkan sebuah sistem untuk meregulasi pelayanan medis yang terstandardisasi dan terkualifikasi sehingga probabilitas terjadinya malpratek dapat dieliminasi seminimal mungkin. Dengan dicantumkannya peraturan pidana dan perdata serta peradilan profesi tenaga medis, harapan perlindungan terhadap pasien dapat terealisasi.

2.5. Aspek Hukum Malpraktek
Hukum itu mempunyai 3 pengertian, sebagai sarana mencapai keadilan, yang kedua sebagai pengaturan dari penguasa yang mengatur perbuatan apa yang boleh dilakukan, dilarang, siapa yang melakukan dan sanksi apa yang akan dijatuhkan (hukum objektif). Dan yang ketiga hukum itu juga merupakan hak.Oleh karenanya penegakan hukum bukan hanya untuk medapatkan keadilan tapi juga hak bagi masyarakat (korban).
Sehubungan dengan hal ini, Adami Chazawi juga menilai tidak semua malpraktik medik masuk dalam ranah hukum pidana. Ada 3 syarat yang harus terpenuhi, yaitu pertama sikap bathin dokter (dalam hal ini ada kesengajaan/dolus atau culpa), yang kedua syarat dalam perlakuan medis yang meliputi perlakuan medis yang menyimpang dari standar tenaga medis, standar prosedur operasional, atau mengandung sifat melawan hukum oleh berbagai sebab antara lain tanpa STR atau SIP, tidak sesuai kebutuhan medis pasien. Sedangkan syarat ketiga untuk dapat menempatkan malpraktek medik dengan hukum pidana adalah syarat akibat, yang berupa timbulnya kerugian bagi kesehatan tubuh yaitu luka-luka (pasal 90 KUHP) atau kehilangan nyawa pasien sehingga menjadi unsure tindak pidana.
Selama ini dalam praktek tindak pidana yang dikaitkan dengan dugaan malpraktik medik sangat terbatas. Untuk malpraktek medik yang dilakukan dengan sikap bathin culpa hanya 2 pasal yang biasa diterapkan yaitu Pasal 359 (jika mengakibatkan kematian korban) dan Pasal 360 (jika korban luka berat).
Pada tindak pidana aborsi criminalis (Pasal 347 dan 348 KUHP). Hampir tidak pernah jaksa menerapkan pasal penganiyaan (pasal 351-355 KUHP) untuk malpraktik medik.
Dalam setiap tindak pidana pasti terdapat unsure sifat melawan hukum baik yang dicantumkan dengan tegas ataupun tidak. Secara umum sifat melawan hukum malpraktik medik terletak pada dilanggarnya kepercayaan pasien dalam kontrak teurapetik tadi.
Dari sudut hukum perdata, perlakuan medis oleh dokter didasari oleh suatu ikatan atau hubungan inspanings verbintenis (perikatan usaha), berupa usaha untuk melakukan pengobatan sebaik-baiknya sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, kebiasaan umum yang wajar dalam dunia kedokteran tapi juga memperhatikan kesusilaan dan kepatutan.Perlakuan yang tidak benar akan menjadikan suatu pelanggaran kewajinban (wan prestasi).
Ada perbedaan akibat kerugian oleh malpraktik perdata dengan malpraktik pidana. Kerugian dalam malpraktik perdata lebih luas dari akibat malpraktik pidana. Akibat malpraktik perdata termasuk perbuatan melawan hukum terdiri atas kerugian materil dan idiil, bentuk kerugian ini tidak dicantumkan secara khusus dalam UU. Berbeda dengan akibat malpraktik pidana, akibat yang dimaksud harus sesuai dengan akibat yang menjadi unsure pasal tersebut. Malpraktik kedokteran hanya terjadi pada tindak pidana materil (yang melarang akibat yang timbul,dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana). Dalam hubungannya dengan malpraktik medik pidana, kematian,luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan penyakit atau yang menghambat tugas dan matapencaharian merupakan unsure tindak pidana.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran maka ia hanya telah melakukan malpraktik etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian maka penggugat harus dapat membuktikan adanya suatu kewajibanbagi dokter terhadap pasien, dokter telah melanggar standar pelayananan medik yang lazim dipergunakan, penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
Terkadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tergugat. Dalam hukum dikenal istilah Res Ipsa Loquitur (the things speaks for itself), misalnya dalam hal terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien sehingga menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalain pada dirinya.

2.6. Asumsi masyarakat terhadap malpraktek
Maraknya malpraktek di Indonesia membuat masyarakat tidak percaya lagi pada pelayanan kesehatan di Indonesia. Ironisnya lagi, pihak kesehatan pun khawatir kalau para tenaga medis Indonesia tidak berani lagi melakukan tindakan medis karena takut berhadapan dengan hukum. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi yang baik antara tenaga medis dan pasien. Tidak jarang seorang tenaga medis tidak memberitahukan sebab dan akibat suatu tindakan medis. Pasien pun enggan berkomunikasi dengan tenaga medis mengenai penyakitnya. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana kinerja seorang tenaga medis.
Sekarang ini tuntutan professional terhadap profesi ini makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan dibidang medis bermunculan. Di Negara-negara maju yang lebih dulu mengenal istilah makpraktek medis ini ternyata tuntutan terhadap tenaga medis yang melakukan ketidaklayakan dalam praktek juga tidak surut. Biasanya yang menjadi sasaran terbesar adalah dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi serta spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.
Di Indonesia, fenomena ketidakpuasan pasien pada kinerja tenaga medis juga berkembang. Pada awal januari tahun 2007 publik dikejutkan oleh demontrasi yang dilakukan oleh para korban dugaan malpraktik medis ke Polda Metro Jaya dengan tuntutan agar polisi dapat mengusut terus sampai tuntas setiap kasus dugaan malpraktek yang pernah dilaporkan masyarakat.
Tuntutan yang demikian dari masyarakat dapat dipahami mengingat sangat sedikit jumlah kasus malpraktik medik yang diselesaikan di pengadilan. Apakah secara hukum perdata, hukum pidana atau dengan hukum administrasi. Padahal media massa nasional juga daerah berkali-kali melaporkan adanya dugaan malpraktik medik yang dilakukan dokter tapi sering tidak berujung pada peyelesaian melalui sistem peradilan.
Salah satu dampak adanya malpraktek pada zaman sekarang ini (globalisasi)
Saat ini kita hidup di jaman globalisasi, jaman yang penuh tantangan, jaman yang penuh persaingan dimana terbukanya pintu bagi produk-produk asing maupun tenaga kerja asing ke Indonesia. Kalau kita kaitkan dengan dunia medis, ada manfaat yang didapat, tetapi banyak pula kerugian yang ditimbulkan. Manfaatnya adalah seiring mesuknya jaman globalisasi, maka tidak menutup kemungkinan akan kehadiran peralatan pelayanan kesehatan yang canggih. Hal ini memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar dalam kesembuhan pasien. Akan tetapi, banyak juga kerugian yang ditimbulkan. Masuknya peralatan canggih tersebut memerlukan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikannya serta memperbaikinya kalau rusak. Yang menjadi sorotan disini adalah dalam hal pengoperasiannya. Coba kita analogikan terlebih dahulu, dengan masuknya peralatan-peralatan canggih tersebut, maka mutu pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Namun, yang terjadi saat ini adalah banyak tenaga medis yang melakukan kesalahan dalam pengoperasian peralatan canggih tersebut sehingga menimbulkan malpraktek. Jelas sekali bahwa ketergantungan pada peralatan pelayanan kesehatan ini dapat menghambat pelayanan kesehatan. Untuk menindaklanjuti masalah ini, agar tidak sampai terjadi malpraktek, perlu adanya penyuluhan kepada tenaga pelayanan kesehatan mengenai masalah ini. Kemudian, perlu adanya penyesuaian kurikulum pendidikan dengan perkembangan teknologi. Satu hal yang lebih penting lagi adalah perlu adanya kesadaran bagi para tenaga medis untuk terus belajar dan belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam penggunaan peralatan canggih ini demi mencegah terjadinya malpraktek. Hal ini dapat direalisasikan dengan adanya penyuluhan yang disebutkan tadi. Selain pembahasan dari sisi peralatan tadi, juga perlu dipikirkan masalah eksistensi dokter Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, di jaman globalisasi ini memberikan pintu terbuka bagi tenaga kesehatan asing untuk masuk ke Indonesia, begitu pula tenaga kesehatan Indonesia dapat bekerja diluar negeri dengan mudah. Namun, apabila tidak ada tindakan untuk mempersiapkan hal ini, dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kesehatan kita. Bayangkan saja, tidak menutup kemungkinan apabila seorang tenaga medis yang kurang mempersiapkan dirinya untuk berkiprah di negeri orang, dikarenakan ilmunya yang masih minim serta perbedaan kurikulum di negeri yang ia tempati, terjadilah malpraktek. Hal ini tidak saja mencoreng nama baik tenaga edis tersebut tersebut, tetapi juga nama baik dunia kesehatan Indonesia. Yang jelas, kami sangat berharap akan peran dari Pemerintah pada umumnya dan peran dari Departemen Kesehatan pada khususnya untuk mempersiapkan tenaga kesehatan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi saat ini.




2.7. Upaya pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga bidan karena adanya mal praktek diharapkan para bidan dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga bidan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan.
Apabila tuduhan kepada bidan merupakan criminal malpractice, maka tenaga bidan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga kebidanan.
• Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada peraturan pemerintah no 18 tahun 1981 yaitu:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnostic, terapuetik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter/bidan menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang bidan/paramedic lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostic, terapuetik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ada banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medik mencuat akhir-akhir ini dimasyarakat diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga medis dan pasien yang tadinya bersifat paternalistic tidak seimbangdan berdasarkan kepercayaan (trust, fiduciary relationship) bergantidengan pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaranhukum yang makin tinggi. Selain itu jumlah dokter di Indonesia dianggap belum seimbang dengan jumlah pasien sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien (berpraktek di berbagai tempat) yang berakibat diagnosa menjadi tidak teliti.
Apresiasi masyarakat pada nilai kesehatan makin tinggi sehingga dalam melakukan hubungan dengan dokter, pasien sangat berharap agar dokter dapat memaksimalkan pelayanan medisnya untuk harapan hidup dan kesembuhan penyakitnya. Selama ini masyarakat menilai banyak sekali kasus dugaan malpraktik medik yang dilaporkan media massa atau korban tapi sangat sedikit jumlahnya yang diselesaikan lewat jalur hukum.
Dari sudut penegakan hukum sulitnya membawa kasus ini ke jalur pengadilan diantaranya karena belum ada keseragaman paham diantara para penegak hukum sendiri soal malpraktik medik ini.
Masih ada masyarakat (pasien) yang belum memahami hak-haknya untuk dapat meloprkan dugaan malpraktik yang terjadi kepadanya baik kepada penegak hukum atau melalui MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia). Oleh karenanya lembaga MKDKI sebagai suatu peradilan profesi dapat ditingkatkan peranannya sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga yang otonom, independent dan memperhatikan juga nasib korban. Bahkan berkaitan dengan MKDKI ini SEMA RI tahun 1982 menyarankan agar untuk kasus dugaan malpraktik medik sebaiknya diselesaikan dulu lewat peradilan profesi ini.
Dari sudut hukum acara (pembuktian) terkadang penegak hukum kesulitan mencari keterangan ahli yang masih diliputi esprit de corps. Mungkin sudah saatnya diperlukan juga saksi yang memahami ilmu hukum sekaligus ilmu kesehatan.
Bahaya malpraktek memang luar biasa. Tidak hanya mengakibatkan kelumpuhan atau gangguan fatal organ tubuh, tetapi juga menyebabkan kematian. Masalah yang ditimbulkan pun bisa sampai pada masalah nama baik, baik pribadi bahkan negara, seperti yang dipaparkan waktu penjelasan fenomena malpraktek pada era globalisasi tadi. Benar-benar kompleks sekali permasalahan yang timbul akibat malpraktek ini. Sehingga benar bahwa malpraktek dikatakan sebagai sebuah malapetaka bagi dunia kesehatan di Indonesia.

2.1. Saran
Terhadap dugaan malpraktik medik, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum (melalui jalur hukum pidana), atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh ketentuan pasal 98 KUHAP memasukkan perkara pidana sekaligus tuntutan gantirugi secara perdata.





DAFTAR PUSTAKA

• http://bidankita.com/?p=210
• http://chans-ums.blogspot.com/2009/07/malpraktek.html
• http://everythingaboutortho.wordpress.com/2008/06/28/malpraktik-sejauh-mana-kita-sebagai-seorang-dokter-memahaminya/
• http://rob13y.wordpress.com/2010/06/28/salah-operasi-mata-bayi-6-bulan-copot/
• http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/MALPRAKTEK%20MEDIK.pdf
• http://www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/uu-ri-no-29-tahun-2004-tentang-praktik-kedokteran-t93.htm

asuhan kebidanan persalinan normal

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL

I. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Identitas / Biodata
Nama Pasien/Klien : Ny.Linda Nama Suami : Tn. hartilo
Umur : 23 th Umur : 25 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :andaloka Alamat : andaloka

2. Anamnesa pada tanggal 10 Januari 2006 pukul 07.00 Wib
Oleh : Indah Milasari
a. Keluhan Utama Saat Masuk
Ibu hamil G1P0A0, 39 minggu, mengeluh perut mulas dan nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang sejak pukul 03.00 Wib pengeluaran pervaginam berupa lendir bercampur darah.

Keluhan sejak kunjungan terakhir
Ibu berkunjung terakhir 5 hari yang lalu dan ibu mengeluh kepala terasa pusing serta pegal-pegal pada pinggang.

b. Tanda-Tanda Persalinan
• His : ada sejak tanggal 10 Januari 2006 pukul 05.00 Wib
• Frekuensi : 2-3 x/mnt setiap 10 menit
• Lamanya : 20-40 detik kekuatan sedang
• Lokasi ketidaknyamanan : perut bagian bawah
c. Pengeluaran Pervaginam
• Darah lendir : ada
• Air ketuban : tidak ada (+) jml tidak ada warna tidak ada
• Darah : tidak ada jumlah tidak ada warna tidak ada
d. Masalah-masalah khusus : tidak ada
e. Riwayat kehamilan sekarang
• HPHT : 3 April 2005
• TP : 10 Januari 2006
• Haid bulan berikutnya : 1 Maret 2005
• Siklus : 28 hari
• Lamanya : 6-7 hari
• ANC : dilakukan dan teratur
• Frekuensi ANC : + 6-7 hari
f. Riwayat imunisasi
• TT1 : pada usia kehamilan 4 bulan
• TT2 : pada usia kehamilan 6 bulan
g. Riwayat kehamilan, persalinan yang lalu :
Klien baru pertama kali hamil
h. Pergerakan janin dalam 24 jam terakhir : 9 x dalam 24 jam
i. Makan dan minuman terakhir : makan pukul 21.00 Wib, minum pukul 12.00 Wib
j. Buang air besar terakhir : pukul 08.00 Wib
k. Buang air kecil terakhir : pukul 11.56 Wib
l. Tidur : 6-7 jam sehari
m. Psikologis : ibu cemas menanti kelahiran anak pertamanya
n. Keluhan lain-lain (bila ada) : tidak ada

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
b. Status emosional : cemas menghadapi persalinan
c. Tanda-tanda vital
• Tekanan Darah : 110/70 mmHg
• Pols : 82 x/mnt
• RR : 24 x/mnt
• Temp : 370C
4. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut : bersih, tidak ada ketombe, tidak mudah rontok
b. Muka : simetris, tidak ada cloasma
• Oedema : tidak ada
• Kelopak mata : ada, normal
• Conjungtiva : merah
• Sklera : tidak ikterik
c. Mulut dan gigi
Lidah dan geraham : tidak ada stomatitis
Gigi : tidak ada lubang dan tidak ada caries Leher
Pembesaran kelenjar thyroid : tidak ada
d. Kelenjar getah bening pembesaran : tidak ada
e. Dada
Jantung : tidak terdengar mur-mur
Paru-paru : tidak ada wezhing dan ronchi
Payudara
• Pembesaran : ada pembesaran
• Simetris : kanan – kiri
• Puting susu : menonjol
• Benjolan / tumor : tidak ada
• Pengeluaran : ada
• Rasa nyeri : tidak ada
• Lain – lain : tidak ada
g. Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : lordosis
Pinggang (nyeri ketuk) : tidak ada
h. Ekstremitas atas dan bawah
• Oedema tangan dan kaki : tidak ada
• Kekakuan otot dan sendi : tidak ada
• Kemerahan : tidak ada
• Varises : tidak ada
• Refleks patella : tidak ada
i. Abdomen
• Bekas luka : tidak ada
• Pembesaran : sesuai usia kehamilan
• Konsistensi : lunak
• Benjolan : tidak ada
• Pembesaran liver : tidak ada
• Kandung kemih : kosong
j. Pemeriksaan Kebidanan
• Palpasi uterus
- Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah PX
(Gunakan pita cm) : 33 cm
- Presentasi : bokong
- Kontraksi : ada
- Frekuensi : 20 – 40 x/mnt
- Fetus
Letak : memanjang
Presentasi : kepala
Posisi : duki
Penurunan : 4/5
Pergerakan : aktif
Taksiran berat janin : 3410 gr
• Auskultasi
Denyut jantung fetus : ada
Frekuensi : 138 x/mnt
Punctum maximum : 3 jari di bawah PX
• Ano – genital
- Perineum : luka parut : tidak ada
- Vulva vagina
Warna : merah kebiruan
Fistula : tidak ada
Luka : tidak ada
Varises : tidak ada
Pengeluaran pervaginam : blood slym
Konsistensi : cair
Warna : merah
Jumlah : 25 cc
- Kelenjar bartolini pembengkakan : tidak ada
Anus, haemoroid : tidak ada
• Pemeriksaan dalam, atas indikasi : pemantauan persalinan pukul 07.00 oleh Indah Milasari
Dinding vagina : tidak ada benjolan
Portio : tidak ada benjolan
Pembukaan servik : 3 cm
Posisi portio : ante
Konsistensi : lembut
Ketuban : positif (+), belum pecah
Presentasi fetus : kepala
Penurunan bag terendah : 4/5, hodget II
Posisi : UUK kiri depan
Imbang feto pelvik : imbang

II. Interpretasi Data Dasar, Diagnosa, Masalah dan Kebutuhan
a. Diagnosa
Ibu G1P0A0, hamil 36 minggu ibu inpartu kala I fase laten
Dasar :
Do : - His kuat dan teratur dengan interval + 10 menit
- Pembukaan 3 cm
- Portio lunak / tipis
- Penurunan bagian terendah 4/5, hodget II
- Effecement 80%
- Ketuban belum pecah (+)
Ds : - Ibu mengatakan mulas dan nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang
- Ibu mengatakan sudah mengeluarkan lendir bercampur darah
b. Masalah
1. Gangguan rasa nyaman
Dasar :
Ds : Ibu mengatakan perut terasa mulas dan nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang.
Do : - His kuat dan teratur dengan internal + 10 menit
- Pembukaan 3 cm
- Postio lunak / tipis
- Penurunan bagian terendah 4/5, hodget II
- Effecement 80%
- Ketuban belum pecah
2. Cemas
Dasar :
Ds : Ibu mengatakan takut dan cemas dengan keadaannya saat ini
Do : - Ibu terlihat gelisah dan seperti ingin menangis bila nyeri timbul.
- Ibu dalam keadaan inpartu Kala I
c. Kebutuhan
1. Penyuluhan untuk persiapan menghadapi Kala II persalinan
Dasarnya :
- Ibu cemas menghadapi persalinan
- His yang timbul semakin sering
2. Pemenuhan nutrisi
Dasarnya :
- Ibu tidak makan lagi setelah his timbul
- Ibu makan terakhir jam 21.00 Wib

III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Tidak ada

IV. Identifikasi Kebutuhan Terhadap Tindakan dan Kolaborasi
Tidak ada

V. Rencana Manajemen
1. Jelaskan pada ibu tentang keadaan
2. Siapkan alat-alat untuk persalinan
3. Tempatkan ibu diruangan yang nyaman
4. Lakukan vulva hygiene
5. Lakukan pengawasan Kala I
6. Lakukan pemeriksaan vital sign
7. Jelaskan pada ibu tahap-tahap yang akan ibu jalani dalam proses persalinan
8. Yakinkan pada ibu bahwa ibu tidak sendiri
9. Berikan ibu posisi tidur yang nyaman dan mengurangi rasa nyeri dengen mengelus punggung dan perut ibu.
10. Anjurkan ibu untuk BAB dan BAK bila kandung kemih dan rectum terasa penuh.
11. Ajarkan dan anjurkan pada ibu cara mengejan yang baik.
12. Perhatikan kebersihan alat, tempat dan penolong dengan prinsip aseptik dan antiseptik.
13. Lakukan pemeriksaan dalam (PD) selama 4 jam sekali
14. Lakukan observasi DJJ setiap 30 menit sekali
15. Lakukan observasi vital sign setiap 4 jam sekali.
VI. Implementasi Langsung
1. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan ibu saat ini, bahwa saat ini ibu memasuki proses persalinan dengan adanya tanda-tanda persalinan yaitu : mulas pada perut bagian bawah, keluar cairan lendir pada vagina dan pembukaan + 3cm.
2. Menyiapkan alat-alat untuk persalinan dengan memperhatikan teknik septik dan antiseptik pada kamar persalinan.
3. Menempatkan ibu diruangan yang nyaman yaitu di kamar partus (PK)
4. Melakukan vulva hygiene untuk menjaga kebersihan disekitar alat genetalia sehingga tidak terjadi infeksi.
5. Melakukan pengawasan Kala I (observasi pembukaan, penurunan kepala, vital sign dan his)
6. Melakukan pemeriksaan vital sign
7. Menjelaskan pada ibu tahap-tahap yang akan ibu jalani dalam proses persalinan sehingga diharapkan ibu menjadi tenang
8. Menyakinkan ibu bahwa ibu tidak sendiri
9. Memberikan ibu posisi tidur yang nyaman dan mengurangi rasa nyeri dengan mengelus-ngelus punggung dan perut ibu
10. Menganjurkan ibu untuk BAB dan BAK agar kandung kemih dan rectum menjadi kosong yang dapat membantu proses penurunan kepala bayi
11. Mengajarkan pada ibu cara mengejan yang baik yaitu ibu disuruh tarik nafas panjang kedua tangan merangkul paha, mata dibuka dan mulut ditutup, kepala diangkat, melihat ke perut lalu mengedan sekuatnya seperti BAB keras.
12. Memperhatikan kebersihan alat, tempat dan penolong dengna prinsip aseptik dan antiseptik
13. Melakukan pemeriksaan dan 4 jam sekali
14. Melakukan observasi DJJ setiap 30 menit sekali
15. Melakukan observasi vital sign setiap 4 jam sekali.
VII. Evaluasi
Pukul 10.00 Wib
1. Ibu mengerti tentang kondisinya saat ini bahwa ibu sedang menjalani proses persalinan
2. Alat – alat persalinan telah disterilisasi dan siap digunakan untuk menolong persalinan
3. Ibu berada diruangan yang nyaman
4. Alat genetalia externa ibu terlihat bersih
5. Melakukan pengawasan Kala I
6. Melakukan pemeriksaan vital sign dengan hasil yaitu
TD : 120/70 mmHg
Pols : 84 x/mnt
RR : 24 x/mnt
Temp : 37,50C
7. Ibu menjadi tenang setelah diberi penjelasan tahap-tahap persalinan yang akan ibu jalani.
8. Ibu yakin persalinan akan berjalan lancar dengan didampingi keluarga dan suami.
9. Ibu terlihat tenang dengan posisi tidur miring dan mengelus-ngelus punggung dan perut ibu
10. Kandung kemih dan kandung rectum telah kosong
11. Ibu telah menghasibkan nutrisi yang diberikan
12. Ibu mengerti cara mengejan yang baik bila his timbul
13. Semua tindakan dilakukan dengan tekhnik aseptik dan antiseptik
14. Hasil pemeriksaan setelah 4 jam yaitu jam 10.00 Wib
• His lebih teratur dengan interval 2-3 mnt lamanya 20-30 dtk
• Pembukaan : + 7 cm
Effacement : 90%
Ketuban : (+)
Postio : lunak / tipis
Penurunan bagian terendah 2/5 hodget III
15. Hasil observasi DJJ 136 x/mnt
16. Hasil obsservasi tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Pols : 82 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Temp : 37,80C

Catatan Perkembangan
Kala II
S : - Ibu mengatakan perut terasa muels seperti ingin BAB
- Ibu mengatakan rasa sakit bertambah sering dan lama dari perut bagian bawah menjalar ke pinggang
- Ibu mengatakan pengeluaran lendir bercampur darah semakin banyak

O : Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
Pols : 84 x/mnt
RR : 24 x/mnt
Temp : 37,80C
- Kontraksi uterus 3x dalam 10 menit insensitas kuat dan teratur lamanya 40 detik.
- Pengeluaran dari vagina blood slym yang makin banyak
- Keadaan kandung kemih kosong
- Inspeksi
Vulva membuka, anus mengembang, perineum menonjol
- Pemeriksaan dalam
Pukul 13.00 Wib
Pembukaan : lengkap
Presentasi : kepala
Posisi : Puki
Ketuban : negatif (-)
Penurunan : 0/5 hodge IV
Effecement : 100%
A : a. Diagnosa
Ibu G1P0A0 hamil 39 minggu, inpartu Kala II, janin tunggal hidup, memanjang, intrauterin dengan persentasi kepala
Dasar
- Ibu mengatakan hamil anak ke 1
- HPHT 3 April 2005 TP 10 Januari 2006
- Umur kehamilan 39 minggu
- Kontraksi uterus 3x dalam 10 menit, lamanya 40 detik, teratur
- Pada inspeksi tampak : vulva membuka, anus mengembang, perineum menonjol
- Pada pemeriksaan dalam : portio tidak teraba, pembukaan serviks 10 cm ketuban (-), presentasi kepala, UUK kiri depan penurunan bagian terendah 0/5 Hodge IV.
- DJJ 140 x/mnt dalam 10 mnt, teratur, terdapat puntum maximum,
- Pada leopold teraba bagian bawah keras berarti kepala dan bagian atas lunak dan tidak melenting berarti bokong.
b. Masalah
1. Ibu cemas menghadapi persalinan
Dasar :
Ibu memasuki Kala II
2. Nyeri his
Dasar :
- Ibu mengatakan nyeri semakin bertambah kuat
- Ibu terlihat menahan nyeri akibat his
- His 3x dalam 10 menit, lamanya > 40 detik teratur
c. Kebutuhan
1. Beri asuhan pertolongan persalinan normal
• Cara mengejan yang baik
• Pernafasan saat his
• Relaksasi
• Pertolongan persalinan
2. Menjelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini
3. Memberikan dukungan terus menerus pada ibu
4. Menjaga kandung kemih tetap kosong

P : 1. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini bahwa pembukaan servik sudah 10 cm (lengkap) dan ibu memasuki proses persalinan untuk melahirkan bayinya.
2. Memberikan asuhan pertolongan persalinan normal
• Pimpin ibu untuk meneran, ibu boleh mengedan pada waktu his timbul seperti orang BAB keras meneran dibawah. Kepala melihat ke fundus tangan, merangkul ke2 pahanya. Jangan bersuara saat meneran sampai his hilang.
• Anjurkan ibu untuk bernafas yaitu baik selama persalinan, saat his hilang anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dari hidung dan keluarkan melalui mulut, beri minum diantara his.
• Menolong melahirkan bayi
- Ketika kepala cwowing, letakkan tangan kiri pada kepala bayi agar tidak terjadi defleksi maksimal yang terlalu cepat, sementara tangan kanan mensuport perineum.
- Ketika kepala bayi telah lahir seluruhnya, lap wajah bayi, hidung dan mulut dengan kassa steril.
- Periksa apakah ada lilitan tali pusat
- Menunggu sambil membantu putaran paksi luar sesuai letak punggung
- Letakkan tangan secara biparetal, kemudian tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu depan, kemudian tarikan lembut ke atas menyesuaikan sumbu jalan lahir, untuk melahirkan bahu belakang.
- Lahirlah bayi seluruhnya pukul 13.30 Wib
- Bersihkan mulut bayi dengan menggunakan kassa untuk membebaskan jalan nafas
- Keringkan bayi klem tali pusat dan potong tali pusat dan potong tali pusat
- Antopometri
BB : 3500 gr
PB : 50 cm
Jenis kelamin : perempuan
Anus : (+)
Nilai apgar : 8-10
LK : 34 cm
LD : 34 cm
Lila : 10 cm
Menit I Menit II
A : 2 A : 2
P : 2 P : 2
G : 2 G : 2
A : 1 A : 2
R : 1 R : 2
Jumlah : 8 Jumlah : 10

Kala III
S : - Ibu mengatakan bahwa ia merasa senang atas kelahiran bayinya
- Ibu mengatakan masih merasa mulas pada perutnya
O : - Bayi lahir spontan pervaginam, letak belakang kepala, jenis kelamin perempuan.
- Ibu tampak senang dan bahagia
TD : 120/80 mmHg
RR : 22 x/mnt
Pols : 82 x/mnt
Temp : 37,20C
- Plasenta belum lahir
- Pada palpasi didapat : uterus teraba bulat dan keras
TFU : 1 jari diatas pusat
- Pada inspeksi terdapat robekan jalan lahir 3 – 4 cm
A : a. Diagnosa
P1A0 partus spontan pervaginam inpartu Kala III
Dasar :
• Bayi lahir pukul 13.30 Wib
• Plasenta belum lahir
b. Masalah
Gangguan rasa nyaman
Dasar :
- Perut terasa mulas
c. Kebutuhan
Melakukan plasenta
Dasar :
- Plasenta belum lahir
- Bayi lahir 10 menit yang lalu
P : - Melakukan manajemen aktif Kala II
- Berikan oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha bagian luar
- Lakukan masase fundus untuk membantu kontraksi
- Lakukan peregangan tali pusat terkendali
• Melahirkan plasenta, periksa apakah plasenta lengkap
• Jaga personal hygiene, membereskan Kala III, jumlah perdarahan + 150 cc
• Ukur tinggi fundus uteri










Kala IV
S : - Ibu mengatakan perutnya terasa mulas, badan terasa pegal dan lemas
O : Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg
RR : 22 x/mnt
Pols : 80 x/mnt
Temp : 370C
Kandung kemih : kosong
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
Genitalia : perineum utuh, pengeluarna pervaginam darah + 100 cc
A : a. Diagnosa
Ibu P1A0 inpartu Kala IV
Dasar :
• Ibu partus pukul 13.30 Wib
BB : 3500 gr
PB : 50 cm
Jenis kelamin : perempuan
• Plasenta lahir pukul 13.40 Wib
Panjang tali pusat : 52 cm
Berat plasenta : 500
Tebal plasenta : 3 cm
Diameter plasenta : 10 cm
Insersi : sentral
Kotiledon : 20 bh
• TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik
b. Masalah
Personal hygiene ibu kurang bersih
Dasar :
- Tubuh lembab dan berkeringat
- Pengeluaran pervaginam berupa darah
c. Kebutuhan
Penyuluhan personal hygiene
Dasar :
- Ibu partus kala IV
- Pengeluaran pervaginam berupa darah
P : - Awasi jumlah perdarahan, kontraksi uterus, tanda vital, kebutuhan eliminasi setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan 30 menit pada 1 jam kedua.
- Bersihkan tubuh ibu dan ganti dengan pakaian yang bersih
- Dampingi ibu selama 2 jam pertama
- Anjurkan ibu untuk istirahat baring
- Libatkan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
- Massage uterus
- Observasi involusi uteri

Mengubah Windows Palsu menjadi ASLI

Sebelumnya silahkan download dulu file ini. DOWNLOAD di link bawah ini.



STEP I

Jalanin keyFinder.exe(Beberapa antivirus mungkinakan mendetekna sebagai spyWare). Akan terlihat seperti gambar berikut :




STEP II

Trus pilih change windows key.




STEP III

Ganti deh keyna. Pke windows xp key.txt yg uda dibundel dalam paket. Trus lik OK. Akan ada pemberitahuan bila berhasil


STEP IV –> Finish

cek keaslian windows anda sekarang. Buka folder “Tool dari Microsoft Buat Cek Windows asli ato palsu”, jalanin “Microsoft Genuine Advantage Diagnostic Tool.exe”. Tunggu bentar. kalo berhasil akan terlihat seperti gambar 4:


Validation Status windows anda sekarang “Genuine” Kalo gagal (Status Invalid/BLK) Coba Lagi.